Spanyol diduduki
umat Islam pada zaman Khalifah Al- Walid
[105-715 M], salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di
Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara
dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman khalifah Abdul
Malik [685-705 M]. Khalifah Abd al Malik
mengangkat Hasan ibn
Nu’man al-Ghassani menjadi
gubernur di daerah itu. Pada masa
Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di
zaman al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan
menduduki Aljazair dan
Moroko. Selain itu,
ia juga menyempurnakan kekuasaan
ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa barbar di pegunungan-pegunungan,
sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat
kekacauan-kekacauan seperti yang
pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah
Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu
propinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai
tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa
al Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam,
di kawasan ini
terdapat kantung-kantung yang
menjadi basis kekuasaan kerajaan
Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar
membuat kerusuhan dan
menentang kekuasaan Islam.
Setelah kawasan ini
betul-betul dapat dikuasai,
umat Islam mulai
memusatkan perhatiannya untuk menaklukan Spanyol. Dengan demikian,
Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah
Spanyol.
Dalam
proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling
berjasa memimpin satuan
pasukan-pasukan kesana. Mereka adalah
Tharif ibn Malik,
Thariq ibn Ziyad,
dan Musa ibn
Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan
penyelidik. Ia menyebrangi selat yang berada di antara Morokko dan
benua Eropa itu
dengan pasukan perang,
lima ratus orang diantaranya adalah
tentara berkuda, mereka memiliki
empat buah kapal. Dalam
penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan
kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya.
Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan
Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar
untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Thariq
ibn Ziyad lebih
banyak dikenal sebagai
penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya
lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung
oleh Musa Ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah
al-Walid. Pasukan itu kemudian menyebrangi Selat dibawah pimpinan Thariq ibn
Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat
dan menyiapkan pasukannya,
dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah
ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol.
Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat
dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukan kota-kota penting,
seperti Cordova, Granada, dan Toledo (ibu
kota kerajaan Goth saat itu). Sebelum Thariq menaklukan kota Toledo, ia meminta
tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan
tambahan pasukan sebanyak
5000 personel, sehingga
jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000
orang. Jumlah ini
belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan
wilayah yang lebih luas lagi. Musa ibn
Nushair merasa perlu melibatkan
diri dalam gelanggang
pertempuran dengan maksud
membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia
berangkat menyebrangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat
ditaklukannya. Setelah Musa berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville, dan
Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia
bergabung dengan Thariq di toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai
seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa
sampai Navarre.
B.
Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak
pertama kali menginjakkan
kaki di tanah
Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir disana,
Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari
tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu
dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu :
1.
Periode Pertama [711-755 M]
Pada periode
ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan para wali yang diangkat
oleh khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik
negeri Spanyol belum
tercapai secara sempurna,
gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari
luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite
penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu,
terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika
Utara yang berpusat di Kairawan.
Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini.
Oleh karena itu,
terjadi duapuluh kali
pergantian wali [gubernur] Spanyol
dalam jangka waktuyang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan
seringnya terjadi perang saudara. Hal ini
ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal
Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang
terus menerus bersaing, yaitu suku Qaisy [Arab
Utara] dan Arab
Yamani [Arab Selatan].
Perbedaan etnis ini
seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur
yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol
pada saat itu
tidak ada gubernur
yang mampu mempertahankan
kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan
dari luar datang
dari sisa0sisa musuh
Islam di Spanyol
yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak
pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri.
Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam
dari bumi Spanyol. Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang
menghadapi musuh luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki
kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir
dengan datangnya Abd alRahman Al- Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H / 755 M24.
2.
Periode Kedua [755-912 M]
Pada periode
ini, Spanyol berada
di bawah pemerintahan
seorang yang bergelar amir [panglima atau
gubernur] tetapi tidak
tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu
dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I
yang memasuki Spanyol tahun 138 H / 755 M dan diberi gelar Al-Dakhil [Yang Masuk ke Spanyol]. Dia adalah keturunan
Bani Umayah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang terakhir
ini berhasil menaklukan Bani Umayah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil
mendirikan dinasti Bani Umayah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada
periode ini adalah Abd al-Rahman al
Dakhil, Hisyam I,
Hakam I, Abd
al Rahman al-Ausath, Muhammad ibn
Abd al-rahman, Munzir
ibn Muhammad dan
Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini,
umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang
politik maupun dalam bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan
masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol.
Hisyam dikenal
berjasa dalam menegakkan
hukum Islam, dan
Hakam dikenal sebagai pembaharu
dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di
Spanyol. Sedangkan Abd
al-Rahman al-Ausath dikenal
sebagai penguasa yang cinta ilmu25. Pemikiran filsafat jugamulai masuk
pada periode ini,terutama di zaman Abdurrahman al Aushat. Ia mengundang para
ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu
pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Sekalipun demikian,
berbagai ancaman dan
kerusuhan terjadi. Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara
terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan
[Martyrdom]. Gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak menaruh simpati
pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan beagama.
Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum
Kristen. Peribadatan tidak dihalangi.Lebih dari itu, mereka diizinkan
mendirikan gereja baru, biara-biara di samping asrama rahib atau
lainnya. Mereka juga
tidak dihalangi bekerja
sebagai pegawai pemerintahan atau
menjadi karyawan pada instansi militer.
Gangguan politik
yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan
pemberontak di Toledo pada tahun 852 M
membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah
orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah
pemberontakan yang dipimpin oleh
Hafshun dan anaknya
yang berpusatdi pegunungan
dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan
orang-orang Arab masih sering terjadi.
3.
Periode Ketiga [912-1013 M ]
Periode ini
berlangsung mulai dari
pemerintahan Abd al-Rahman
III yang bergelar “An-Nasir”
sampai munculnya “raja-raja kelompok “ yang dikenal dengan sebutan Muluk
al-Thawaif. Pada periode
ini Spanyol diperintah
oleh penguasa dengan gelar
khalifah, penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari beritayang sampai
kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat bani Abbas di Baghdad meninggal
dunia dibunuh oleh
pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan inimenunjukkan
bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang beada dalam kemelut. Ia berpendapat
bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah
yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena
itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang
memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu Abd al-Rahman al-Nasir
[912-961 M], Hakam II [961-976 M] dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode
ini umat Islam
Spanyol mencapai puncak
kemajuan dan kejayaan daulat
Abbasiyah di Baghdad. Abd
al-Rahman al Nashir
mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan
ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada
masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan
kota berlangsung cepat.
Awal dari
kehancuran khalifah Bani Umayyah
di Spanyol adalah
ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu
kekuasaan aktual berada ditangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah
menunjukkan ibn Abi’ Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang
ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan
melebarkan wilayah kekuasaan Islamdengan menyingkirkan rekan-rekan dan
saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya,
ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M
dan digantikan oleh
anaknya al-Muzaffar yang
masih dapat mempertahankan
keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia
digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun
saja, negara yang
tadinya makmur dilanda
kekacauan dan akhirnya hancur
total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang
dicoba untuk menduduki
jabatan itu tidak
ada yang sanggup memperbaiki keadaan.
Akhirnya pada tahun 1013
M, Dewan menteri
yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu,
Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di
kota-kota tertentu.
4.
Periode Keempat [1013-1086 M]
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi
lebih dari tiga puluh negara kecil di
bawah pemerintahan raja-raja
golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville,
Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar di antaranya adalah Abbadiyah di
Seville. Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian
intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang
bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja kristen. Melihat kelemahan
dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu,
untuk pertama kalinya
orang-orang kristen pada
periode ini mulai mengambil inisiatifpenyerangan. Mekipun
kehidupan politik tidak stabil,
namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini.
Istana-istana mendorong para sarjana dan sasterawan untuk mendapatkan
perlindungan dari satu istana ke istana yang lain.
5.
Periode Kelima [1086-1248 M]
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih
terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang didominasi,
yaitu kekuasaan dinasti Murabithun
[1086-1143 M] dan
dinasti Muwahhidun
[1146-1235 M]. Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah
gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada
tahun 1062 m ia berhasil mendirikan
sebuah kerajaan yang berpusat
di Marakesy. Ia
masuk ke Spanyol
atas undangan penguasa-penguasa
Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan
negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang kristen. Ia dan tentaranta
memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia.
Karena perpecahan di
kalangan raja-raja muslim,
Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Apanyol dan ia berhasil untuk
itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang
lemah. Pada tahun 1143 M,
kekuasaan dinasti ini
berakhir, baik di
Afrika Utara maupun
di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun, Saragossa jatuh
ke tangan Kristen,
tepatnya pada tahun
1118 M. Di
Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali
dinasti-dinasti kecil, tetapi hanya berlangsung
tiga tahun. Pada
tahun 1146 M penguasa
dinasti Muwahhidun yang berpusat
di Afrika Utara
merebut daerah ini.
Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart [w 1128 M]. Dinasti ini
datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im, antara tahun 1114 dan
1154 M dan kota-kota muslim
penting seperti Cordova,
Almeria dan Granada
jatuh di bawah kekuasaannya. Untuk
jangka waktu beberapa
dekade, dinasti ini
mengalami banyak kemajuan, akan tetapi pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan
besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami dinasti Muwahhidun
menyebabkan penguasanya memilih
untuk meninggalkan Spanyol dan
kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235 M.
Kondisi Spanyol kembali semakin tidak menentu dan tidak terkendali,
karana berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat
Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar.
Pada tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh
pada tahun 1248. Dengan demikian seluruh
Spanyol lepas dari kekuasaan Islam, kecuali Granada.
6.
Periode Keenam [1248-1492 M]
Pada periode ini,
Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar
[1232-1492]. Peradaban Islam kembali
mengalami kemajuan seperti di zaman
Abdurrahman An-Nasir. Akan
tetapi, secara politik
dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang
kecil. Kekuasaan Islam
yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini juga
berakhir, karena perselisihan kalangan istana dalam perebutan kekuasaan.
Abu Abdullah Muhammad,
merasa tidak senang
kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya
menjadi raja dan akhirnya Abu Abdullah Muhammad memberontak dan berusaha
merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan
itu, ayahnya terbunuh
dan digantikan oleh Muhammad
ibn Sa’ad. Kemudian
Abu Abdullah Muhammad
meminta bantuan kepada Ferdenand
dan Isabella untuk menjatuhkan saudaranya dan dua penguasa Kristen tersebut
dapat mengalahkan penguasa
yang sah dan
Abu Abdullah Muhammad naik tahta dinobatkan
sebagai khalifah.
Kerja sama Abu
Abdullah Muhammad dengan dua penguasa Kristen tersebut, sebagai awal
berakhirnya kekuasaan terakhir
umat Islam di
Cordova. Artinya, Ferdenand dan
Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu
tidak cukup merasa puas dengan hanya membantu Abu Abdullah Muhammad, tetapi
keduanya ingin merebut
kekuasaan terakhir umat
Islam di Spanyol. Maka keduanya melakukan serangan
besar-besaran dan Abu Abdullah Muhammad tidak mampu menahan serangan-serangan
orang Kristen tersebut dan pada akhirnya Abu Abdullah Muhammad mengaku kalah.
Abu Abdullah Muhammad menyerahkan kekuasaannya kepada Ferdenand dan Isabella
dan kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan
Islam di Spanyol pada tahun 1492M. Umat
Islam setelah itu
dihadapkan kepada dua
pilihan, masuk Kristen atau
pergi meninggalkan Spanyol.
Maka pada tahun 1609
M, dapat dikatakan tidak ada lagi
umat Islam di daerah ini.
C. Kemajuan Peradaban Islam di Spanyol
Islam di
Spanyol lebih dari
tujuh abad dan
umat Islam telah
mencapai kejayaannya di Spanyol.
Banyak kemajuan dan prestasi yang diperoleh umat Islam di Spanyol,
bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang
lebih kompleks. Islam di
Spanyol telah menunjukkan kemajuan pada bidang ilmu
pengetahuan, musik dan seni, bahasa dan sastra, dan kemajuan pada pembangunan
fisik.
Masyarakat
Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab [Utara
dan Selatan], al-Muwalladun [orang-orang Spanyol yang masuk
Islam], Barbar [umat Islam yang berasal dari Afrika Utara], al-Shaqalibah
[penduduk daerah antara Konstanstinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman
dan dijual kepada
penguasa Islam untuk
dijadikan tentara bayaran],
Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran
Islam. Semua komunitas
itu, kecuali yang
terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan
budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmu pengetahuan, sastra dan
pembangunan fisik di Spanyol. Untuk
itu, perlu mengkaji kemajuan yang dicapai umat Islam Spanyol, sebagai berikut:
1. Bidang Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran
budaya yang sangat berilian dalam bentangan
sejarah Islam. Umat
Islam berperan sebagai
jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke
Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai
dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan dinasti Bani Umayyah yang
ke-5 Muhammad ibn Abd al-Rahman [832-886 M].
Atas inisiatif al-Hikam [961-976 M], karya-karya ilmiah dan filosofis
diimpor dari Tumur dalam
jumlah besar, sehingga
Cordova dengan perpustakaan
dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat
utama ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa apa yang dilakukan oleh para
pemimpin bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan
filosof-filosof besar pada masa-masa sesudahnya.
Pada perkembangan
selanjutnya, lahirlah tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat
Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan
ibn Bajjah. Abu Bakr Muhammad ibn
al-Sayig, dilahirkan di Saragosa, kemudian ia pindah ke Sevilla dan Granada dan
meninggal karena keracunan di Fez pada tahun 1138 M dalam usia yang masih muda.
Seperti al-Farabi dan ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat
etis dan eskatologis dengan magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh
utama kedua adalah Abd Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah
dusun kecil di sebelah timur Granada
dan wafat pada
usia lanjut pada
tahun 1185 M. Ibn Thufail,
banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat, serta karya
filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Pada bagian akhir
abad ke-12 M, menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang
filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ibn Rusyd, lahir pada tahun 1126 M dan
meninggal pada tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah
kecermatan dalam menggeluti
masalah-masalah menahun tentang
keserasian filsafat dan agama. Ibn Rusyd, juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah
al-Mujtahid.
2. Bidang Sains
Ilmu-ilmu
kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas ibn Farnas, termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi.
Abbas ibn Farnas, adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.
Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash, terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana
matahari dan menentukan
berapa lamanya. al-Naqqash, juga
berhasil membuat teropong
modern yang dapat menentukan jarak
antara tata surya
dan bintang-bintang. Ahmad
ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm al-Hisan bint Abi Ja’far dan saudara perempuannya
al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang
sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir
terkenal. Ibn Jubair dari Valencia [1145-1228 M] menulis tentang negeri-negeri
muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier [1304-1377 M]
mencapai Samudera Pasai
dan Cina. Ibn
al-Khatib [1317-1374 M] menyusun
riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah.
Semua sejarawan di
atas bertempat tinggal
di Spanyol, yang kemudia pindah ke Afrika. Itulah sebagai
nama-nama besar dalam bidang sains yang terkenal pada masanya di Islam Spanyol.
3. Bidang Fikih
Dalam bindang
fikir, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Orang yang membawa
dan memperkenalkan mazhab ini di Spanyol adalah Ziyad ibn Abd
al-Rahman. Kemudian perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn
Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli
fikih lainnya di antaranya adalah Abu Bakar ibn al-Quthiyah, Munzir ibn
Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.
4. Bidang Musik dan Kesenian
Dalam bidang
musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya
al-Hasan ibn Nafi
yang dijuluki Zaryab.
Setiap kali diselenggarakan
pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia
juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu turunkan kepa
anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga
kemasyhurannya tersebar luas.
5. Bidang Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah
menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat
diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol
menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak ahli dan
mahir dalam bahasa
Arab, baik keterampilan
berbicara maupun tata bahasa.
Mereka-mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang
Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan ibn Usfur,
dan Abu Hayyan al-Gharnathi.
Seiring dengan
kemajuan bahasa itu,
karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti
Al-‘Iqd al-Farid karya
Ibn Abd Rabbih,
al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl
al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak
lagi karya-karya yang lain.
D. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Islam
di Spanyol
Islam di Spanyol,
menjadi pemerintahan yang berdiri sendiri di masa khalifah Abdurrahman III dan merupakan salah satu
negara terbesar di masa itu, disamping daulat Abbasiyah di Timur, Bizantium dan
kerajaan Charlemangne [Frank] di Barat. Tetapi
pada masa pemerintahan
berikutnya Spanyol mengalami
kemunduran karena terjadi disintegrasi
yang telah memporak-porandakan kesatuan
dan persatuan Andalusia yang membawa kepada kehancuran Islam di Spanyol.
Adapun faktor yang menyebabkan kemunduran Islam di Spanyol antara lain:
1.
Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa
muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas
dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan
membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran
Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal
itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari
pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen
memperoleh kemajuan pesat,
sementara umat Islam
sedang mengalami kemunduran.
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di
tempat-tempat lain para muallaf
diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana
politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah
menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya
sampai abad ke-10
M, mereka masih
memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para muallaf itu, suatu
ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non Arab
yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan
dampak besar terhadap sejarah sosioekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan
tidak adanya ideologi yang dapat memberi
makna persatuan, disamping
kurangnya figur yang
dapat menjadi personifikasi
ideologi itu.
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua
masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga
lalai membina perekonomian. Akibatnya
timbul kesulitan ekonomi
yang amat memberatkan dan
mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan
Kekuasaan
Hal ini
menyebabkan perebutan kekuasaan
di antara ahli
waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah
runtuh dan Muluk
al-Thawaif muncul. Granada yang
merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir
di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella,
diantaranya juga disebabkan permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Spanyol Islam
bagaikan terpencil dari dunia
Islam yang lain.
Pemerintahan Spanyol jauh dari daerah Islam lain mengakibatkan jauhnya
dukungan dari daerah lain kecuali dari Afrika Utara yang dibatasi oleh laut,
sementara daerah sekitarnya adalah daerah yang dikuasai kaum Nasrani yang
salalu iri dan merasa direndahkan oleh etnis Arab. Maka Islam Spanyol, selalu
berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan
demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan
Kristen di sana.
E. Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di
Eropa
Kemajuan Eropa
yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah
ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang banyak
saluran bagaimana peradaban
Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib,
tetapi saluran yang terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol merupakan
tempat yang paling
utama bagi Eropa
menyerap peradaban Islam, baik
dalam bentuk hubungan
politik, sosial, maupun perekonomian dan
peradaban antarnegara. Orang-orang
Eropa menyaksikan kenyataan bahwa
Spanyol berada dibawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara
tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping
bangunan fisik. Yang terpenting diantaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd
[1120-1198 M]. Ibn
Rusyd, melepaskan belenggu
taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas
pemikiran Aritoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran
bebas. Ia mengedepanka sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme
dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di
Eropa timbul gerakan Averroeisme [Ibn
Rusyd-isme] yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran
rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini.
Berawal dari
gerakan Averroeisme inilah Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan
rasionalisme pada abad ke-17 M.50 Buku-buku Ibn Rusyd di cetak di
Venesia tahun 1481, 1482,
1483, 1489, dan
1500 M. Bahkan
edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga
diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan
di awal abad ke 17 di Jenewa.
Pengaruh
peradaban Islam, termasuk didalamnyapemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari
banyaknya pemuda-pemuda Kristen
Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam
di Spanyol, seperti
universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada,
dan Salamanca. Selama
belajar di Spanyol,
mereka aktif menerjemahkan
buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo.
Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang
sama. Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada
tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman
pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu,
ilmu yang mereka
peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran,
ilmu pasti, ilmu filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah
pemikiran al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Pengaruh ilmu
pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu
menimbulkan gerakan bangkitan kembali [renaissance] pusaka Yunani di Eropa pada
abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui
terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali
kedalam bahasa Latin. Walaupun
Islam akhirnya terusir
dari negeri Spanyol
dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membina
gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah: kebangkitan
kembali kebudayaan Yunani klasik [renaissance] pada abad ke-14 M yang bermula
di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17M,
dan pencerahan [aufklaerung] pada abad ke-18 M.
2 Komentar
menurut saya yang agak sulit adalah menyatukan agama kristen dan islam untuk saling menghormati
BalasHapusKereennn :D
BalasHapus