Niat merupakan pembeda antara perbuatan ibadah dengan rutinitas biasa. Niat juga sebagai pembeda antara ibadah satu dengan ibadah lainnya. Niat boleh dengan selain bahasa arab, namun bagi yang mampu dengan bahasa arab, maka lebih baik niat dengan bahasa arab. Adapun niat wudhu dalam bahasa arab adalah:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى
"Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardhu karena Allah Ta‘la"
Pertanyaannya, apakah wudhu tanpa niat itu sah?
Berdasarkan al-Qur'an dan Hadis, maka sahnya suatu ibadah itu apabila disertai dengan niat pada waktu mengerjakannya. Jumhur Ulama (mayoritas ulama) berpendapat bahwa niat termasuk fardhunya wudhu, artinya wudhu tanpa niat tidak sah, karena niat merupakan rukun dan syarat sah wudhu. Demikian pendapat Mazhab Syafi'i, Maliki dan Hambali.
Sementara Madzhab Hanafi berpendapat bahwa niat wudhu adalah sunnah, yaitu agar mendapat pahala dari ibadah tersebut. Pendapat tersebut berdasarkan sejumlah alasan sebagai berikut:
- Dalam ayat wudhu tidak disebutkan wajibnya niat, hanya diwajibkan membasuh keempat anggota wudhu (muka, kedua tangan sampai siku, menyapu kepala dan kedua kaki sampai mata kaki).
- Tidak ada nash qath'i yang mewajibkan niat wudhu.
- Qiyas, yaitu menyamakan wudhu dengan mencuci, seperti mencuci najis, muka, kaki, baju dan lainnya.
- Wudhu merupakan perantara shalat bukan dzatnya shalat, sedangkan niat diwajibkan dalam dzatnya shalat, bukan pada perantaranya, maka tidak wajib niat dalam wudhu.
Selanjutnya Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu menyebutkan bahwa "pendapat yang paling benar adalah yang mengatakan niat adalah fardhunya wudhu, karena sejalan dengan al-Qur'an dan Hadis Nabi SAW, yaitu:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
Ayat dan Hadis ini adalah landasan utama tentang wajibnya niat dalam ibadah, termasuk wudhu, shalat, puasa, dan lainnya. Setiap perbuatan ibadah tidak sah bila tidak disertai dengan niat pada waktu mengerjakannya.
Maka dalam hal ini yang diikuti adalah syariat, bukan pendapat (ijtihad). Kecuali pendapat tersebut berdasarkan dalil yang kuat. Al-Qur'an dan hadis adalah hujjah dalam syariat, maka apabila terdapat pendapat atau hasil ijtihad beseberangan dengan kedua dalil tersebut, maka lebih mengutamakan pendapat yang tidak berseberangan dengan keduanya, yaitu wajibnya niat dalam ibadah, termasuk wudhu.
Wallahu a'lam bishawab
0 Komentar